Benarkah Tubuh Membeku di Ruang Angkasa?
Kalau melihat film atau animasimengenai ruang angkasa, salah satu hal yang menarik diperhatikan adalah tubuh manusia atau makhluk hidup yang langsung membeku tanpa pakaian khusus. Pertanyaan ini tentu menjadi menarik untuk dicari jawabannya. Apakah benar kita akan segera membeku ketika berada di luar angkasa tanpa perlindungan apa pun?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, pertama-tama kita perlu memahami karakteristik ruang angkasa secara lebih lanjut. Selanjutnya, penting untuk mengetahui dampak apa saja yang akan dialami makhluk hidup di luar angkasa, baik dengan maupun tanpa perlindungan khusus. Dari sini, kita dapat menyimpulkan jawaban awal. Semakin penasaran untuk mengetahui jawabannya, bukan? Segera simak penjelasan lengkapnya di bawah ini!
1. Berapakah suhu di luar angkasa?
Di luar angkasa, kita dapat menemukan berbagai objek dengan beragam suhu. Ada permukaan Matahari yang suhunya mencapai 5.600 derajat Celsius, serta Uranus yang dikenal sebagai planet paling dingin dengan suhu -224 derajat Celsius. Selain dua objek tersebut, masih banyak lagi benda-benda lain dengan suhu tinggi maupun rendah. Namun, bagaimana dengan suhu ruang angkasa itu sendiri?
Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, kita perlu memahami apa yang dimaksud dengan suhu dan faktor-faktor yang memengaruhinya. MenurutSpace, suhu adalah ukuran dari laju pergerakan partikel. Dengan kata lain, semakin cepat partikel bergerak, semakin tinggi suhu yang terbentuk.
Di area ruang angkasa yang diisi oleh objek lain, terutama sumber panas seperti bintang, radiasi dari bintang mampu memengaruhi partikel dalam ruang angkasa, sehingga menyebabkan kenaikan suhu di sekitarnya. Namun, di bagian ruang angkasa yang benar-benar kosong, proses ini tidak dapat berlangsung sendiri meskipun terdapat banyak partikel di dalamnya. Oleh karena itu, seharusnya ruang angkasa tidak memiliki suhu tertentu. Meski demikian, hal ini belum sepenuhnya menjawab pertanyaan mengenai suhu asli ruang angkasa.
Union University melaporkan bahwa di bagian ruang angkasa yang sangat sedikit partikel dan efek radiasi dari objek lain, tempat ini tetap mengandung radiasi yang disebut Cosmic Microwave Background (CMB). Radiasi ini merupakan bentuk radiasi yang merata di seluruh alam semesta dan dianggap sebagai sisa-sisa dari Big Bang. Ketika peristiwa Big Bang terjadi, CMB ini diperkirakan berada pada suhu yang sangat tinggi. Hal ini karena foton-foton yang terbentuk setelah Big Bang bergerak bebas dan sangat cepat.
Namun, seiring berjalannya waktu dan perluasan alam semesta, foton-foton ini memiliki tingkat energi yang lebih rendah dan mulai mendingin. Suhu CMB dalam setiap foton sebenarnya bervariasi. Namun, kisaran energi yang dilepaskan CMB saat ini diperkirakan mencapai suhu 2,7 derajat Kelvin atau sekitar -240,75 derajat Celsius. Oleh karena itu, jika kita mengambil CMB sebagai acuan, suhu ruang angkasa berada pada angka -240,75 derajat Celsius.
2. Apa yang akan dirasakan seseorang ketika berada di luar angkasa?
Sejak tahun 1960-an, kita telah beberapa kali mengirimkan manusia keruang angkasaBeberapa orang melewati tempat itu dalam beberapa jam atau hari, sementara yang lain tinggal di sana selama berbulan-bulan di stasiun luar angkasa atau International Space Station (ISS). Di sana, para astronot terpilih harus memakai pakaian pelindung khusus atau selalu berada di dalam ruangan ISS. Meskipun sudah mengenakan perlengkapan tersebut, para astronot tetap merasakan beberapa dampak pada tubuh mereka ketika berada di luar angkasa.
Menurut Japan Aerospace Exploration Agency, awak yang berada di ISS akan mengalami sesuatu yang disebut denganspace sickness. Kejadian ini terjadi ketika para astronot merasakan gaya gravitasi yang lemah saat berada di luar angkasa untuk pertama kalinya. Secara umum,space sickness sensasi yang dialami oleh astronot bisa menyebabkan sakit kepala, pusing, hingga muntah.
Kondisi ini terjadi karena salah satu organ kecil di telinga kita yang disebut vestibular tidak bekerja secara optimal. Di Bumi dengan gaya gravitasi yang biasa, vestibular mampu menjaga keseimbangan tubuh dan terus mengirimkan sinyal yang berkaitan dengan informasi gravitasi dan kecepatan ke otak. Hal ini tidak dapat dilakukan oleh vestibular ketika tubuh berada di luar angkasa sehingga otak kita menjadi bingung dengan kondisi sekitar yang akhirnya menyebabkanspace sickness. Keberuntungan, keadaan ini hanya berlangsung beberapa saat saja, setidaknya hingga tubuh astronot mulai beradaptasi dengan kondisi luar angkasa.
Selain space sickness, wajah para astronot yang berada di luar angkasa akan terlihat lebih bengkak. Keadaan ini bukanlah suatu penyakit, tetapi disebabkan oleh kondisi gravitasi yang sangat rendah di luar angkasa, sehingga cairan dalam tubuh astronot, khususnya bagian wajah, tidak bisa turun ke bawah seperti di Bumi. Selain itu, lendir di hidung astronot juga akan membengkak, menyebabkan hidung mereka menjadi tersumbat. Sama halnya denganspace sickness, kondisi ini dapat diatasi oleh astronot sendiri setelah tubuhnya terbiasa berada di luar angkasa.
Selanjutnya, jika seorang astronot telah lama berada di luar angkasa, mereka biasanya akan mengalami penurunan kekuatan otot dan tulang, terutama pada kaki serta bagian punggung bawah. Keadaan ini terjadi karena gravitasi yang sangat lemah di ruang angkasa. Pada Bumi, otot secara terus-menerus bekerja untuk menjaga posisi tubuh dengan adanya gravitasi yang cukup, namun di luar angkasa, otot-otot tersebut tidak perlu bekerja karena posisi tubuh astronot tetap. Akibatnya, otot-otot tersebut secara bertahap melemah dan massa tulang juga berkurang.
Akhirnya, paparan radiasi yang besar di luar angkasa dapat meningkatkan potensi gangguan kesehatan bagi para astronot. Jika tubuh mereka terpapar radiasi dalam jangka waktu yang panjang, kemungkinan besar astronot bisa mengalami kanker. Paparan radiasi tinggi ini terjadi karena di luar angkasa tidak ada atmosfer yang berfungsi sebagai pelindung alami bagi makhluk hidup dari paparan radiasi.
3. Apakah manusia akan segera membeku ketika berada di luar angkasa?
Jika poin sebelumnya membahas dampak yang terjadi pada tubuh manusia di luar angkasa saat memakai pakaian atau berada di dalam ruangan pelindung, bagaimana dengan kondisi tubuh jika berada di luar angkasa tanpa perlindungan? Ternyata terdapat beberapa kesalahpahaman mengenai hal ini. MenurutHarvard University, ruang angkasa memang sangat dingin, tetapi perpindahan panas dari tubuh manusia yang tidak dilindungi tidak terjadi secara langsung. Proses radiasi termal memiliki peran yang signifikan dalam hal ini.
Di luar angkasa, radiasi termal memiliki pengaruh besar dalam proses perpindahan panas di tubuh manusia. Semakin jauh tubuh dari sumber panas, semakin dingin tubuh tersebut. Meskipun demikian, hal itu tidak berarti tubuh kita akan membeku secara langsung di ruang hampa terjauh di luar angkasa. Suhu tubuh memang akan menurun, tetapi proses radiasi termal yang diterima tidak terjadi secara instan. DilansirColumbia Daily Tribune, tubuh manusia akan mengalami pembekuan total setelah berada di luar angkasa selama 18—36 jam. Meski berisiko, hal tersebut bukanlah yang perlu dikhawatirkan.
Menurut Science Focus, hal paling berbahaya ketika tubuh manusia berada di luar angkasa tanpa perlindungan adalah proses pernapasan. Tubuh akan merasakan kesulitan bernapas saat berada di luar angkasa tanpa perlindungan sama sekali karena kondisi hampa udara di sana. Oksigen dalam darah hanya akan bertahan selama 15 detik sebelum akhirnya habis dan menyebabkan otak kekurangan oksigen. Ketika hal ini terjadi, manusia akan kehilangan kesadaran dan bisa meninggal secara mendadak.
Tidak hanya bernapas, proses dekompresi yang terjadi di luar angkasa akan menyebabkan paru-paru manusia pecah akibat sisa gas yang tersisa di dalamnya, menurutHarvard University. Cairan yang ada di dalam tubuh, seperti darah dan jaringan lunak, juga akan menguap akibat proses penguapan. Akibatnya, terjadi pembengkakan hingga penyumbatan saluran darah di dalam tubuh manusia.
Jadi, adegan tubuh manusia yang langsung membeku ketika berada diruang angkasa dalam film sci-fi itu tidak sepenuhnya benar. Meskipun suhu sangat rendah, tubuh kita memerlukan waktu yang cukup lama sebelum benar-benar membeku di luar angkasa karena perbedaan mekanisme transfer panas dibandingkan di Bumi. Meski demikian, berada di ruang angkasa tanpa perlindungan tetap sangat berisiko. Tidak mampu bernapas hingga terjadi penyumbatan di seluruh tubuh dalam waktu yang relatif singkat. Berdasarkan pengujian pada hewan dan data kecelakaan di luar angkasa, para ilmuwan mengira manusia hanya bisa bertahan di ruang angkasa tanpa perlindungan sekitar 15—60 detik saja.
Question | Answer |
|---|---|
Apa risiko paling besar yang dihadapi manusia ketika berada di luar angkasa tanpa perlindungan? | Bahaya terbesar adalah kehilangan oksigen dan tekanan — tubuh bisa kehilangan kesadaran dalam waktu 10-15 detik akibat kurangnya oksigen, serta cairan dalam tubuh mulai menguap (ebullism) karena tekanan yang sangat rendah. |
Apakah adegan dalam film di mana seorang astronot membeku dalam hitungan detik terlihat realistis? | Tidak masuk akal — adegan semacam itu merupakan penggambaran dramatis; secara fisika, kematian akan terjadi lebih cepat akibat kekurangan oksigen atau cedera akibat tekanan, bukan karena pembekuan langsung. |
Jika seseorang terpapar ruang angkasa dalam waktu singkat, apakah masih ada kemungkinan untuk selamat? | Jika tindakan penyelamatan dilakukan dalam waktu kurang dari 60–90 detik, ada peluang untuk selamat dengan respons cepat, meskipun kerusakan mungkin masih parah; tubuh masih memiliki kemampuan pulih jika tekanan kembali normal. |

Posting Komentar